07 September, 2007

Jadilah Inspirasi bagi Orang Lain

DALAM proses belajarnya, manusia melalui sudut, yakni mental, fisik, emosional dan spiritual. Setiap sudut punya kunci keberhasilan. Kenapa pada sudut spiritual, tidak pernah ada kata LULUS....???

Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak pernah mengenal kata berhenti. Bila perlu, nafas terakhir sekalipun tetap menjadi sebuah pembelajaran. Namun kita semua mungkin menyimpan sebuah pertanyaan mengelitik tentang belajar, yakni bagaimana kita bisa membuat pembelajaran kita menjadi lebih efektif sehingga bisa segera memetik buah dari apa yang kita pelajari...???

Untuk menemukan jawaban atas misteri tersebut, saya ingin mengajak kita menguak rahasia kekuatan piramida belajar. Dalam bukunya, Rich Dad's The Business School for People who like helping people, pebisnis dan penulis ternama Robert T Kiyosaki menawarkan suatu model yang sangat menarik, yang disebutnya piramida belajar. Model ini, sesuai namanya, berbentuk sebuah piramida yang membentuk empat sudut. Masing-masing sudut memiliki nama. Ada sudut mental, fisik, emosional dan sudut spiritual.

Pertama; sudut mental. Sudut ini merupakan sudur di mana kita semua mengawali proses belajar. Pada sudut ini biasanya kita akan menghadapi perlawanan-perlawanan dari keyakinan atau nilai-nilai yang telah kita miliki sebelumnya. Itu sebabnya, seringkali orang mengatakan lebih mudah mengajari anak kecil yang belum tahu apa-apa, dibandingkan mengajar orang dewasa yang sudah banyak tahu.

Mari kita gunakan saat-saat kita belajar mengendarai sepeda motor sebagai contoh. Pikiran kita akan memberikan perlawanan terhadap apa yang diajarkan oleh pelatih kita seperti bagaimana memindahkan persneling. Hal ini terjadi, karena pada saat kita belajar bersepeda di waktu kecil, belum ada yang namanya persneling.

Tentu saja keahlian yang telah kita peroleh sebelumnya, bisa bermanfaat, seperti bagaimana kemampuan kita mengatur keseimbangan saat kita mengendarai sepeda di waktu kecil. Kemampuan menjaga keseimbangan bersepada itulah, bisa digunakan saat kita belajar naik sepeda motor. Kunci keberhasilan kita pada tahap ini, adalah percaya sepenuhnya pada apa yang diajarkan oleh pelatih atau guru kita. Seringkali kita menjadi lambat pada tahap ini, karena mental pikiran kita mengatakan bahwa kita telah mengetahui semua yang diajarkan.

Sudut yang kedua adalah sudut fisik. Setelah pikiran kita bisa menerima apa yang diajarkan oleh guru atau pelatih kita, maka kita pun mulai penasaran ingin mempraktekkannya. Pada tahap ini kita akan aktivitas fisik tertentu untuk bisa menguasai ilmu atau keahlian yang sedang kita pelajari. Kembali pada ilustrai belajar mengendarai sepeda motor. Pada saat kita menghidupkan sepeda motor dan mencoba mengendarainya pertama kali, apa yang terjadi...??? Mungkin kita terkejut, karena sepeda motornya, bukannya meluncur dengan mulus, tapi malah meloncat seperti kodok. Meski gagal pertama kali, tapi kita sudah melangkah lebih maju, karena telah memasuki sudut fisik. Kunci keberhasilan kita di sini adalah ketekunan dan keyakinan bahwa kita bisa menguasai apa yang sedang kita pelajari.

Setelah kita mencoba berkali-kali, akhirnya kita pun mahir mengendarai sepeda motor. Sejak saat itu, tanpa kita sadari, kita telah melangkahkan kaki ke sudut emosional. Tantangan yang kita hadapi pada sudut emosional, sangatlah berbeda dengan tantangan yang kita alami pada sudut fisik. Bila pada sudut fisik, kita bisa dengan mudah melihat tantangan yang ada di hadapan kita, maka pada emosional, seringkali tantangan tersebut tidak kelihatan. Karena pada sudut ini kita berhadapan dengan ego kita sendiri, seperti ketakutan dan percaya diri yang berlebihan.

Setelah mengendarai sepeda motor berkeliling kampung beberapa saat, maka kita akan merasa jenuh dan ingin mencoba sepeda motor dengan menempuh jarak yang lebih jauh lagi. Di sini kita menghadapi ketakutan berbagai hal seperti jalan yang besar dan ramai. Setelah rasa takut kita atasi, maka kita mulai percaya diri dan bahkan dan bahkan bisa jadi berlebihan. Pelatih kita rasanya sudah tidak perlu kita dengarkan lagi, karena kita sudah menyamai keahliannya. Bahkan pada saat mengendarai sepeda motor di jalan besar sekalipun, kita merasa seperti jara dunia. Belum puas rasanya bila masih ada motor lain di depan kita.

Kunci keberhasilan kita pada tahap ini adalah dengan sesegera mungkin menyadari bahwa selalu ada gunung yang lebih tinggi untuk didaki. Banyak manusia berbakat yang seharusnya meraih prestasi tinggi, tapi mereka harus gagal dalam tahap ini, hanya karena merasa sudah berada di puncak gunung tertinggi, padahal ia baru saja melewati kaki sebuah bukit.

Bila kita berhasil melewati sudut emosional, maka perjalanan belajar kita akan mulai menapaki sudut spiritual. Kata spiritual di sini, tidak dimaksudkan dengan menggantikan kata Religi. Namun lebih dimaksudkan untuk menjelaskan pemahaman kita yang paling hakiki terhadap apa yang kita pelajari.

Pada tahap ini, kita akan mencari kebenaran dari apa yang kita pelajari, bukan untuk memuaskan rasa ingin tahu kita belakak, tetapi untuk memberikan manfaat yang mulia bagi orang-orang di sekitar kita. Bila pada sudut emosional kita mengedim lampu sepeda motor untuk memerintahkan orang lain memberi jalan, maka pada sudut spiritual, kita akan menggerakkan tangan kita untuk menyilahkan mereka maju lebih dulu. Pada sudut ini pula akhirnya kita menjadi satu terhadap apa yang kita pelajari. Satunya kata dengan perbuatan dan kebahagiaan sejati akan raih pada sudut ini.

Semakin kita bersedia membuka pikiran dan hati kita maka semakin efektif pembelajaran kita sehingga semakin cepat pula kita melewati sudut-sudut dalam piramida belajar. Ada dua kunci penting dalam pembelajaran ini. Pertama: apapun yang kita pelajari tidak akan banyak bermanfaat bagi diri kita dan orang lain bila kita tidak melewati sudut emosional. Dengan kata lain, kita harus mempraktekkan apa yang kita pelajari dalam keseharian kita dan berani bergelut dengan kepuasan kita sendiri.

Kedua: bila pada sudut mental, fisik dan emosional, kita mengenal kata "lulus", maka pada sudut spiritual kita tidak mengenal kata "lulus" itu. Sebagai manusia, kita perlu menyadari betul bahwa kita tidak bisa sempurna, sebaik atau sekeras apa pun yang kita berusaha. Artinya, kita tidak bisa mengkalim bahwa kita telah mengetahui semuanya. Sebaliknya, pengetahuan kita adalah awal yang baru bagi ketidaktahuan kita.

Nah, persoalan sekarang adalah sejauhmana kita akan melangkah dalam piramida ini....??? Semuanya berpulang pada diri kita sendiri. Akankah kita tidak melangkah ke mana-mana karena perlawanan mental yang kita berikan...??? Ataukah kita hanya akan terhenti di sudut fisik karena kita menyerah. Atau akhirnya kita tertahan di sudut emosi karena keangkuhan kita sendiri....??? Tentunya, harapan kita adalah bahwa kita bisa mencapai sudut spiritual sehingga kita bisa lebih banyak membantu dan menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitar kita. ***